ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektiifitas penerapan metose “backward chaining” dalam pengajaran
keterampulan mengurus diri sendiri dalam memakai baju kaos oblong pada anak
imbesil kelas dasar.
Objek dalam penelitiab ini adalah
siswa imbesil kelas dasar III SLB C Kota Makassar.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Perlakuan yang diberikan
adalah latihan keterampilan mengurus diri sendiri memakai baju kaos oblong dengan menggunakan
metode backward chaining. Pola yang
dignakan adalah Posttest Only Control
Design.Dalam penelitian terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kekperimen
dan kelompok kontrol, yang masing-masing anggotanya dipilih secara random.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan terhadap tugas yang
diberikan, yaitu mengamati perilaku anak imbesil dalam memakai baju kaos oblong
secara langsung.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan keberhasilan anak imbesil
kelas dasar tiga SLB C Kota Makassar dalam memakai baju kaos oblong sendiri antara
yang dilatih dengan menggunakan metode backward
chaining dengan metode konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
penerapan metode backward chaining
terhadap kemampuan memakai naju sendiri pada anak imbesil kelas dasar tiga di
SLB C Kota Makassar, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pengajaran mengurus diri sendiri pada anak imbesil.
Kata kunci: anak imbesil, metode backward
chaining
THE IMPLEMENTATION OF BACKWARD CAHINING METHODE IN TEAVHING SELF
MANAGEMENT SKILL TO THE IMBECILES AT SPECIAL SCHOOLS ”C” IN MAKASSAR
ABSTRACT
Triyanto Pristiwaluyo
The research was aimed at finding out
effectiveness of backward chaining method in teaching self managenet skills,
especially in putting on T-shirt skills to the
imbeciles of elementary level. The research objects incvluded imbeciles
student of elementary level III of special scholls “C” in Makassar City.
The research applied an exceptional
method with Posttest Only Control Design. The research has two group,
experiment and control group.The treatment was self management skill exercises,
especially putting on T-shirt excercises using backward chaining method. Data
collection was conducted through the direct observation to the students
performance in doing the tasks given, especially in putting on T-shirts.
The result of research show
the existence of difference of efficacy of child of imbecil elementary class
three in special scholls “C” Makassar
City in putting on T-shirt among the student was trained using backward
chaining method with conventional method. This matter indicate that there is
influence of applying of backward chaining method to ability in putting on
T-shirt of imbecil elementary levels in special scholls “C” Makassar City, so that can be used as an alternative
method in the teaching of self
management skills to the imbeciles.
A.
Latar Belakang
Anak Tunagrahita merupakan salah satu kelompok anak penyandang kelainan.
Anak tunagrahita biasa juga disebut anak terbelakang mental. Akibat
keterlambatan mental itulah sehingga anak tunagrahita mempunyai banyak masalah, mulai dari masalah dalam mengurus
diri sendiri sampai pada masalah pendidikan. Melihat beratnya masalah anak
tunagrahita tersebut maka dapat dikatakan bahwa anak tunagrahita merupakan
penyandang cacat yang lebih berat
dibandingkan dengan penyandang cacat lainnya.
Pada umumnya anak tunagrahita diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar
berdasarkan derajat kelainannya, yaitu anak tunagrahita ringan (debil), anak
tunagrahita sedang (imbesil), dan anak tunagrahita berat (idiot) (Ingalls,
1978; Kirk & Gallagher, 1988). Anak debil masih dapat mengikuti pelajaran
yang bersifat akademis meskipun kemampuan intelektualnya lambat, karena itu
anak debil biasa juga disebut anak mampu didik.
Kemampuan intelektual anak imbesil berada di bawah anak debil, sehingga
mereka tidak mampu mengikuti pelajaran yang bersifat akademis, meskipun dalam
tingkat yang rendah. Pendidikan anak imbesil lebih ditekankan pada latihan
keterampilan, terutama keterampilan mengurus diri sendiri dalam kehidupan
sehari-hari, karena itu anak ini biasa disebut anak mampu latih. Sedangkan anak
idiot, karena kemampuan intelektualnya sangat rendah, anak ini tidak mampu lagi
dididik maupun dilatih, anak ini biasanya membutuhkan perawatan sepanjang
hidupnya, oleh karena itu biasanya disebut juga anak perlu rawat.
Dalam konteks kemampuan mengurus diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari,
salah satu jenis masalah yang dihadapi anak imbesil adalah kesulitan mengurus
diri sendiri dalam hal memakai baju, baik baju dalam bentuk kaos (oblong)
maupun baju yang menggunakan kancing.
Kemampuan anak imbesil sangat berbeda dengan anak normal seusianya. Bagi
anak normal usia sekolah, tidak ada kesulitan memakai baju sendiri. Namun bagi
anak imbesil usia awal sekolah, keterampilan memakai baju sendiri bukanlah
pekerjaan yang mudah. Pada umumnya anak gagal memakai baju kaos sendiri;
meskipun dengan bantuan, apalagi memakai baju dengan kancing. Kegagalan demi
kegagalan yang dialami anak imbesil, membuat mereka jengkel bahkan kadang
“marah”. Oleh karena itu dalam membimbing anak imbesil, termasuk dalam memakai
baju, yang harus dikedepankan adalah kepuasan dan pencapaian hasil dalam waktu
yang singkat.
Untuk mengajarkan suatu keterampilan termasuk keterampilan memakai baju
kepada anak imbesil, cara yang termudah dan dapat menampakkan hasil dalam waktu
yang relatif singkat adalah dengan teknik mengajarkan langkah-langkah terakhir
terlebih dahulu. Cara seperti ini dikenal dengan metode
“Backward Chaining”.
Metode Backward Chaining
dilakukan berdasarkan atas analisis tugas (task analysis) yang harus dilakukan
oleh anak sesuai dengan keterampilan yang akan dipelajari. Dalam penerapan
pengajaran keterampilan memakai baju, keterampilan atau tugas memakai baju dianalisis langkah demi langkah
secara detail. Dari hasil analisis itu kemudian diajarkan dari langkah paling
akhir terlebih dahulu. Dalam memakai
baju kaos, langkah yang paling akhir adalah menarik baju dari pinggang ke
bawah. Dengan hanya tinggal menarik baju kaos dari pinggang ke bawah maka
“terkesan” bahwa anak itu telah selesai dan “berhasil’ memakai baju kaos
sendiri. Keberhasilan itu menimbulkan kepuasan pada anak, sehingga menguatkan
motivasinya untuk belajar lebih lanjut. Kemudian setelah itu lakukan dengan
langkah kedua, yakni menarik baju dari ketiaknya ke dadanya, dan seterusnya,
yang pada akhirnya anak mengawali dari langkah yang pertama.
Dengan mencermati langkah-langkah
metode backward chaining tersebut dapat diduga bahwa metode ini lebih
efektif digunakan dalam pengajaran keterampilan
mengurus diri sendiri pada anak imbesil, terutama pada anak kelas dasar.
Keterampilan mengurus diri sendiri dalam memakai baju diajarkan pada anak
imbesil kelas dasar I, II, dan III. Penggunaan metode backward chaining
pada tingkat kelas yang manakah yang paling efektif, masih menjadi
pertanyaan. Metode backward chaining
ini belum banyak dikenal di SLB-SLB khususnya di Kota Makassar. Selama ini pengajaran keterampilan mengurus diri
sendiri pada anak imbesil di SLB-SLB yang ada di Kota Makassar masih
menggunakan metode konvensional, yaitu metode pengajaran seperti halnya pada
mengajar memakai baju bagi anak-anak pada umumnya.
Dalam penelitian ini, akan dieksperimenkan metode backward chaining pada pengajaran keterampilan mengurus diri
sendiri dalam memakai baju kaos (oblong)
pada anak imbesil kelas dasar I, dasar II, dan dasar III di SLB bagian C se
Kota Makassar, untuk melihat pada tingkatan kelas manakah metode ini efektif
untuk diajarkan.
B. Rumusan Masalah
Secara umum permasalahan yang akan dipecahkan melalui
penelitian ini adalah pada tingkat kelas dasar berapakah metode backward chaining
paling efektif untuk diajarkan pada pengajaran keterampilan mengurus diri
sendiri dalam memakai baju kaos oblong pada anak imbesil.
Selanjutnya dari masalah umum tersebut, diperinci
dalam beberapa permasalahan berikut:
1.
Berapa persen keberhasilan anak imbesil kelas dasar III
dalam memakai baju kaos sendiri yang dilatih dengan menggunakan metode konvensional
?
2.
Berapa persen keberhasilan anak imbesil kelas dasar III
dalam memakai baju kaos sendiri setelah dilatih dengan menggunakan metode backward
chaining ?
3.
Apakah terdapat perbedaan yang nyata keberhasilan
memakai baju kaos sendiri siswa imbesil kelas III yang dilatih dengan menggunakan
metode konvensional dan yang dilatih dengan
menggunakan metode backward chaining.
C. Tujuan Penelitian
Seacara umum penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran
“keefektifan penerapan metode backward chaining dalam pengajaran
keterampilan mengurus diri sendiri dalam memakai baju kaos oblong pada anak
imbesil kelas dasar”.
Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui :
1.
Persen keberhasilan anak imbesil kelas dasar III dalam
memakai baju kaos sendiri yang dilatih dengan menggunakan metode konvensional
?
2.
Persen keberhasilan anak imbesil kelas dasar III dalam
memakai baju kaos sendiri setelah dilatih dengan menggunakan metode backward
chaining ?
3.
Perbedaan yang nyata keberhasilan memakai baju kaos
sendiri siswa imbesil kelas III yang dilatih dengan menggunakan metode konvensional dan yang dilatih dengan
menggunakan metode backward chaining.
D.
Tinjauan Pustaka
1.
Program pendidikan Anak Imbesil
Anak
imbesil merupakan salah satu jenis dari anak tunagrahita. Istilah imbesil juga
biasa diartikan anak tunagrahita yang mampu latih. Selain itu imbesil biasa
juga dikatakan anak tunagrahita kelompok sedang. Muh. Amin (1995:23),
mendeskripsikan anak imbesial sebagai berikut, yaitu :
Mereka memiliki kemampuan intelektual umum dan
adaptasi perilaku di bawah anak debil (tunagrahita ringan). Mereka dapat
belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat
“tanggung jawab”, dan mencapai penyesuaian sebegai pekerja dengan bantuan.
Mereka mampu memperoleh keterampilan mengurus diri (self-help) seperti
berpakaian, berganti pakaian, mandi, menggunakan WC, dan makan, melindungi
dirinya dari bahaya umum di rumah dan lingkungannya; dapat belajar keterampilan
dasar akademis
Program
pendidikan bagi anak imbesil pada umumnya kurang berorientasi akademik
dibandingkan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan (debil). Pendidikan
bagi anak imbesil lebih ditekankan pada pemberian keterampilan, sehingga mereka
mampu berfungsi dalam lingkungan sosial. Karena pembagian antara anak yang
tunagrahita sedang dan anak tunagrahita ringan didasarkan pada skor IQ (dengan
55 sebagai batas pembagian yang agak berubah-ubah), perbedaan program yang
keras dan cepat di antara keduanya tidaklah harus dibuat, tingkat kemampuan
harus dipandang sebagai suatu jarak. Dengan kata lain, anak-anak yang ber-IQ 53
tidak harus secara otomatis diberikan program pendidikan yang benar-benar
berbeda dibandingkan dengan anak yang ber-IQ 57
Gearheart dan Litton dalam Hallahan dan Kauffman
(1982) mencatat enam bidang muatan mata pelajaran yang diikutkan kepada
petunjuk kurikulum untuk siswa imbesil, yaitu keterampilan menolong diri
sendiri, keterampilan komunikasi, keterampilan sosial-personal, keterampilan
pendidikan gerak/fisik-perseptual, akademika fungsional, dan keterampilan
kejuruan.
2. Keterampilan memakai baju dengan metode backward chaining
Bagi anak
tunagrahita, terutama anak imbesil belajar mengenai pelajaran yang bersifat
akademik, meskipun dasar-dasar seperti menulis, membaca, dan menghitung
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan bahkan tidak mampu dilakukan, karena
keterbatasan inteligensi yang mereka miliki.
Meskipun
anak imbesil tidak mampu mengikuti atau menerima pelajaran yang bersifat
akademik, tetapi anak imbesil masih dapat dididik atau dilatih dalam
keterampilan mengurus diri sendiri, misalnya memakai baju. Anak imbesil pada
umumnya mengalami kesulitan dalam memakai atau mengenakan bajunya sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Belajar memakai baju seperti baju kaos oblong bagi
anak imbesil merupakan pelajaran yang rumit. Oleh karena itu diperlukan metode
atau teknik yang dapat merangsang anak untuk terus mencoba-dan mencoba, agar
anak tidak cepat bosan dan putus asa. Dalam hal ini harus diutamakan rasa
kepuasan dan pencapaian hasil dalam waktu yang singkat.
Pada tahun 1978 Lynch & Simms memperkenalkan
metode backward chining dalam pembelajaran keterampilan pada anak
tunagrahita, khususnya pada anak imbesil. Metode ini diawali dengan melakukan task
analysis terhadap tugas atau keterampilan yang akan diajarkan kepada anak.
Tugas itu dipecah-pecah menjadi
langkah-langkah kecil dan berurutan. Jika dalam pengajaran keterampilan
dengan metode konvensional, pengajaran dilakukan dari langkah yang paling awal
sampai paling akhir, dalam pengajaran keterampilan yang menggunakan metode backward chaining pengajaran dilakukan dari
langkah yang paling akhir, berjalan mundur berturut-turut hingga langkah paling
awal.
Misalnya dalam pengajaran memakai baju kaos oblong
maka kegiatan tersebut dapat dipecah menjadi tujuh langkah, yakni meletakkan
kaos di atas meja di depan anak, memasukkan kedua lengan ke dalam kaos,
menggerakkan kedua lengan, mengangkat kaos itu hingga lubang kepalanya berada
di atas kepala, menarik lubang kepala bagian bawah kaos dan ketiak ke dada dan
terakhir menarik bagian bawah dari dada ke pinggang.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, dalam pengajaran memakai baju kaos oblong, maka
yang diajarkan terlebih dahulu adalah langkah ke tujuh, baru langkah ke enam,
langkah ke lima, sampai langkah pertama. Dengan metode tersebut anak imbesil
tidak hanya dapat merasa berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam
waktu relatif singkat tapi dengan metode itu memungkinkan anak imbesil merasa
puas dan senang dengan pencapaian keberhasilan dalam memakai bajunya sendiri.
Untuk menerapkan latihan keterampilan memakai
baju kaos oblong dengan metode backward
chaining, terlebih dahulu harus dilakukan analisis tugas sebagai dasar
latihan. Adapun kegiatan yang
dilatihkan kepada anak berdasrkan hasil analisis tugas tersebut, adalah :
a.
Menarik baju kaos dari dada ke bawah
b.
Memakai/menarik baju kaos dari ketiak ke bawah
c.
Mengenakan/memakai baju kaos oblong dengan kedua
tangan sudah dimasukkan ke lengan baju hingga pergelangan tangan
d.
Memasukkan
lengan tangan kanan.
e.
Memasukkan
lengan tangan kiri
f.
Memasukkan leher baju kaos ke kepala
g.
Memakai baju kaos dari awal hingga terakhir
E.
Metode Penelitian
Penelitian
ini adalah penelitian eksperimen. Jenis perlakuan yang ieksperimenkan adalah
latihan keterampilan mengurus diri sendiri memakai baju kaos oblong dengan
menggunakan metode backward chaining pada anak imbesil kelas dasar I,
dasar II, dan dasar III. Metode ini digunakan untuk melihat secara nyata keefektifan penerapan
metode backward chaining dalam pengajaran keterampilan mengurus diri
sendiri anak imbesil kelas dasar.
Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan desain Posttest Only Control Design,
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
E X Y2
K Y2
Pada desain
di atas
E Kelompok eksperimen
K Kelompok kontrol
X adalah perlakuan berupa latihan memakai baju
kaos oblong dengan menggunakan metode backward
chaining
Y2 adalah sekor posttest, yaitu tes keberhasilan
memakai baju kaos oblong sendiri
Subyek populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa imbesil kelas dasar tiga yang aktif
belajar pada SLB Bagian C di Kota Makassar. Dipilih kelas
dasar tiga karena pelajaran keterampilan mengurus diri sendiri tingkat dasar
diajarkan pada kelas tersebut. Dalam penelituan terdapat dua kelompok yang
masing-msing dipilih secara random. Kelompok pertama kelompok yang diberi
perlakuan (kelompok ekperimen) dan kelompok kedua adalah kelompok yang tidak
diberi perlakuan.
Data
dikumpulkan melalui instrumen lembar pengamatan terhadap tugas yang diberikan, untuk
mengamati perilaku anak imbesil dalam memakai baju kaos oblong secara langsung.
Data yang
terkumpul dianalisis secara deskriptif, kuantitatif dalam bentuk tabel dan
grafik untuk mendeskripsikan kemampuan subyek penelitian dalam memakai baju
kaos oblong, baik dari kelompok eksperimen maupun dari kelompok kontrol. Sedangkan
untuk menguji signifikansi perbedaan kemampuan memakai baju kaos oblong antara
kelompok, digunakan uji statistik Paired
Sample T Test
Untuk
proses keputusan atau penentuan tingkat kemampuan memakai baju kaos oblong,
digunakan kriteria penilaian sebagai
berikut :
a.
Jika anak dapat melakukan tugas seperti yang
diperintahkan secara sempurna tanpa bantuan, maka diberi skor 3.
b.
Jika anak dapat melakukan tugas seperti yang
diperintahkan dengan bantuan, dan hasilnya sempurna, maka diberi skor 2.
c.
Jika anak dapat melakukan tugas seperti yang
diperintahkan dengan bantuan, tetapi hasilnya kurang sempurna, maka diberi skor
1.
d.
Jika anak sama sekali tidak dapat melakukan tugas
seperti yang diperintahkan, maka diberi skor 0.
F.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Deskripsi hasil penelitian kelompok
kontrol (memakai baju kaos oblong secara konvensional)
a. Memasukkan leher baju kaos ke kepala
Data tentang
kemampuan memasukkan leher baju kaos ke kepala, disajikan dalam tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kemampuan
memasukkan leher baju kaos ke kepala
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
0
0
1
0
0
0
|
0
0
1
0
1
0
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
2
2
3
3
3
2
3
|
50
50
75
75
75
50
75
|
Jumlah
|
7
|
1
|
3
|
7
|
18
|
450
|
Persentase
|
100
|
14
|
43
|
100
|
|
64.29
|
Pada umumnya anak sudah dapat melakukan:
·
Mengangkat kedua tangan ke atas kepala (item
No.1) dan meluruskan tangannya ke samping (item No.4).
·
Tetapi apabila membengkokkan kedua siku ke
samping leher (item No.2) dan menurunkan ke bawah perlahan-lahan masuk ke leher
baju kaos (item No.3) anak tidak dapat melakukannya.
·
Rata-rata kemampuan memasukkan leher baju kaos
ke kepala sebesar 64,29%.
b.
Memasukkan
lengan tangan kanan
Data tentang kemampuan
memasukkan lengan tangan kanan,
disajikan dalam tabel 2 di bawah
ini.
Tabel 2. Kemampuan
memasukkan lengan tangan kanan.
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
5
|
6
|
7
|
8
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
0
0
0
0
0
0
|
1
0
1
1
1
1
1
|
0
1
0
1
1
0
0
|
1
1
1
1
1
1
1
|
3
2
2
3
3
2
2
|
75
50
50
75
75
50
50
|
Jumlah
|
1
|
6
|
3
|
7
|
17
|
425
|
Persentase
|
14
|
86
|
43
|
100
|
|
60.71
|
Pada kegiatan memasukkan
lengan tangan kanan, pada umumnya
·
Pada umumnya anak dapat memasukkan lengan tangan
kanan, membengkokkan pergelangan tangan kanan (item No.6) meluruskan tangan ke
samping kanan (item No.8)
·
Anak belum bisa menggeser telapak tangan kanan
hingga ke lubang baju (item No. 5), mengeser telapak tangan ke samping kanan
hingga keluar (item No. 7)
·
Rata-rata
kemampuan memasukkan lengan tangan kanan sebesar 60,71%.
c.
Memasukkan
lengan tangan kiri
Data tentang kemampuan memasukkan lengan tangan kiri, disajikan dalam tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Kemampuan
memasukkan lengan tangan kiri
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
9
|
10
|
11
|
12
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
0
0
0
1
1
0
|
1
1
1
1
1
0
1
|
0
0
0
0
0
0
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
3
2
2
2
3
2
3
|
75
50
50
50
75
50
75
|
Jumlah
|
3
|
7
|
1
|
7
|
17
|
425
|
Persentase
|
43
|
100
|
14
|
100
|
|
60.71
|
Pada kegiatan memasukkan
lengan tangan kiri, pada umumnya
·
Anak dapat
membengkokkan pergelangan ke tangan kiri (item No.10) dan meluruskan lengan ke
samping kiri (item No.12)
·
Anak belum dapat menggeser telapak tangan kiri
hingga ke dalam lubang baju (item No.9) dan menggeser telapak tangan ke samping
(item No.11)
·
Rata-rata kemampuan memasukkan lengan tangan
kiri sebesar 60,71%.
d. Memakai baju kaos oblong dengan kedua
tangan sudah dimasukkan ke lengan baju
Data tentang kemampuan memakai
baju kaos oblong dengan kedua tangan sudah dimasukkan ke lengan baju, disajikan dalam tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Kemampuan memakai baju kaos oblong dengan
kedua tangan sudah dimasukkan ke lengan baju
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
13
|
14
|
15
|
16
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
1
0
1
1
1
1
|
0
0
0
0
0
0
0
|
1
0
1
1
1
1
1
|
2
2
2
3
3
3
3
|
50
50
50
75
75
75
75
|
Jumlah
|
7
|
5
|
0
|
6
|
18
|
450
|
Persentase
|
100
|
71
|
0
|
86
|
|
64.29
|
Pada kegiatan memakai baju
kaos oblong dengan kedua tangan sudah dimasukkan ke lengan baju,
·
Pada umumnya anak sudah dapat melakukan
mengangkat tangan ke atas kepala (item No.13) dan menekuk siku (item No.14) dan
memasukkan tangan yang dominan (item No.16)
·
Anak sama sekali belum bisa memasukkan kepala ke
bagian leher baju kaos (item No.15).
·
Rata-rata kemampuan memakai baju kaos oblong dengan kedua tangan sudah dimasukkan
ke lengan baju sebesar 64.29%.
e. Menarik baju dari ketiak ke bawah
Data tentang kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah, disajikan dalam tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
17
|
18
|
19
|
20
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
1
0
0
0
0
0
|
1
0
1
1
1
1
1
|
0
0
0
1
1
0
0
|
2
2
2
3
3
2
2
|
50
50
50
75
75
50
50
|
Jumlah
|
7
|
1
|
6
|
2
|
16
|
400
|
Persentase
|
100
|
14
|
86
|
29
|
|
57.14
|
Pada kegiatan menarik
baju dari ketiak ke bawah,
·
Pada
umumnya anak sudah dapat melakukan kegiatan menekuk tangan ke samping ketiak
(item No. 17) dan menarik turun ke bawah (item No.19).
·
Anak
belum bisa memegang bibir baju di bagian bawah baju kaos (item No. 17) dan
menelusuri bibir baju bagian bawah dari depan ke belakang dan sebaliknya (item
No. 20).
·
Rata-rata
kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah sebesar 57,14%.
f.
Menarik
baju dari dada ke bawah
Data hasil penelitian tentang kemampuan menarik baju kaos oblong dari
dada ke bawah, disajikan dalam tabel 6
di bawah ini.
Tabel 6. Kemampuan menarik baju dari dada ke bawah
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
21
|
22
|
23
|
24
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
0
1
1
0
1
1
1
|
0
0
0
0
1
1
1
|
1
1
1
1
1
1
0
|
1
0
1
1
0
0
0
|
2
2
3
2
3
3
2
|
50
50
75
50
75
75
50
|
Jumlah
|
5
|
3
|
6
|
3
|
17
|
425
|
Persentase
|
71
|
42
|
85
|
42
|
|
60,71
|
Pada kegiatan menarik baju dari dada ke bawah pada umumnya
·
Anak sudah
dapat menekuk tangan ke depan dada (item No.21) dan menarik turun ujung baju
kaosnya (item No. 23).
·
Anak
belum bisa memegang ujung bawah baju kaosnya (item No.22) dan menelusuri ujung
bawah baju kaosnya dari depan dan dari belakang ke depan (item No. 24).
·
Rata-rata kemampuan anak menarik baju dari
dada ke bawah sebesar 60,71%.
g. Kemampuan memakai baju kaos dari awal hingga akhir
Data tentang kemampuan memakai baju kaos dari
awal hingga akhir menggunakan metode konvensional, disajikan dalam tabel 7 di
bawah ini.
Tabel 7.
Kemampuan memakai baju kaos dari awal hingga akhir
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
25
|
26
|
27
|
28
|
MC
AR
AI
RS
F
K
MF
|
1
1
1
1
0
1
1
|
1
1
0
0
1
0
0
|
0
1
1
1
0
1
1
|
1
0
1
1
1
1
1
|
3
3
3
3
2
3
3
|
75
75
75
75
50
75
75
|
Jumlah
|
6
|
3
|
5
|
6
|
20
|
500
|
Persentase
|
86
|
43
|
71
|
86
|
|
71.43
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada dasarnya anak sudah dapat
melakukan
·
Mengangkat
tangannya ke atas (item No.25) mengulurkan tangan yang tidak dominan (item
No.27) menggeser tangan ke sisi samping baju kaos (item No.28).
·
Tetapi
pada item No.26 mengulurkan tangan yang dominan anak tidak bisa melakukan atau
kurang bisa.
·
Rata-rata
kemampuan anak memakai baju kaos dari awal hingga akhir rata-rata 71,43%.
2.
Deskripsi
hasil penelitian kelompok eksperimen (memakai baju kaos oblong dengan metode backward chaining)
a.
Menarik baju dari dada ke bawah
Data hasil penelitian tentang kemampuan menarik baju dari
dada ke bawah, disajikan dalam tabel 8
di bawah ini.
Tabel 8. Kemampuan
menarik baju dari dada ke bawah
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
0
1
0
1
1
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
1
1
0
1
0
1
0
|
3
3
3
3
3
4
3
|
75
75
75
75
75
100
75
|
Jumlah
|
7
|
4
|
7
|
4
|
22
|
550
|
Persentase
|
100
|
57
|
100
|
57
|
|
78.57
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada dasarnya anak sudah dapat
melakukan
·
Menekuk
tangan ke depan dada (item No.1) dan menarik turun ujung baju kaosnya (item
No.3).
·
Empat
dari tujuah anak bisa memegang ujung bawah baju kaosnya (item No.2) dan
menelusuri ujung bawah baju kaosnya dari depan dan dari belakang ke depan (item
No.4).
·
Rata-rata
kemampuan anak menarik baju dari dada ke bawah sebesar 78,57%.
b. Menarik baju dari ketiak ke bawah
Data hasil penelitian tentang
kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah, disajikan dalam tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9.
Kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah sesudah menggunakan backward
chaining
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
5
|
6
|
7
|
8
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
1
1
1
1
1
|
1
1
1
0
1
1
0
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
0
0
1
0
1
1
|
3
3
3
3
3
4
3
|
75
75
75
75
75
100
75
|
Jumlah
|
7
|
5
|
7
|
3
|
22
|
550
|
Persentase
|
100
|
71
|
100
|
43
|
|
78.57
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada dasarnya anak sudah dapat
melakukan
·
menekuk
tangan ke samping ketiak (item No.5), memegang bibir baju di bagian bawah baju
kaos (item No.6), dan menarik turun ke bawah (item No.7).
·
Anak
belum bisa menelusuri bibir baju bagian bawah dari depan ke belakang dan
sebaliknya (item No. 8).
·
Rata-rata
kemampuan menarik baju dari ketiak ke bawah sebesar 78,57%.
c. Memakai baju kaos oblong dengan kedua
tangan yang sudah dimasukkan ke lengan baju kaos
Data hasil penelitian tentang
kemampuan menarik baju kaos oblong dengan kedua tangan yang sudah dimasukkan ke
lengan baju kaos, disajikan dalam tabel
10 di bawah ini.
Tabel 10. Kemampuan memakai baju kaos
oblong dengan kedua tangan yang sudah dimasukkan ke lengan baju kaos
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
9
|
10
|
11
|
12
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
0
1
1
1
1
|
0
1
1
1
1
1
1
|
0
0
1
0
0
0
0
|
1
1
1
1
1
1
1
|
2
3
3
3
3
3
3
|
50
75
75
75
75
75
75
|
Jumlah
|
6
|
6
|
1
|
7
|
20
|
500
|
Persentase
|
86
|
86
|
14
|
100
|
|
71.43
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
Pada umumnya anak sudah dapat melakukan
mengangkat tangan ke atas kepala (item No.9) dan menekuk siku (item No.10) dan
memasukkan tangan yang dominan (item No.12)
·
Anak sama sekali belum bisa memasukkan kepala ke
bagian leher baju kaos (item No.11).
·
Rata-rata kemampuan memakai baju kaos oblong
dengan kedua tangan sudah dimasukkan ke lengan baju sebesar 71,43%.
d. Memasukkan lengan tangan kanan
Data hasil penelitian tentang
kemampuan memasukkan lengan tangan kanan sesudah menggunakan backward chaining,
disajikan dalam tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Kemampuan memasukkan lengan
tangan kanan
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
13
|
14
|
15
|
16
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
0
0
0
1
1
|
1
0
1
1
1
1
1
|
0
1
1
1
1
0
0
|
1
1
1
1
1
1
1
|
3
3
3
3
3
3
3
|
75
75
75
75
75
75
75
|
Jumlah
|
4
|
6
|
4
|
7
|
21
|
525
|
Persentase
|
57
|
86
|
57
|
100
|
|
75
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada kegiatan memasukkan
lengan tangan kanan, pada umumnya
·
anak
dapat melakukan semua kegiatan, yaitu menggeser telapak tangan kanan hingga ke
lubang baju (item No. 13), membengkokkan pergelangan tangan kanan (item No.14),
mengeser telapak tangan ke samping kanan hingga keluar (item No.15), dan
meluruskan tangan ke samping kanan (item No.16)
·
Rata-rata
kemampuan memasukkan
lengan tangan kanan sebesar 75%.
e. Memasukkan lengan tangan kiri
Data hasil penelitian tentang
kemampuan memasukkan lengan tangan kiri sesudah menggunakan backward chaining,
disajikan dalam tabel 12 di bawah ini.
Tabel
12. Kemampuan memasukkan lengan tangan kiri
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
17
|
18
|
19
|
20
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
0
1
1
1
1
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
0
1
0
0
1
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
3
3
4
3
3
4
4
|
75
75
100
75
75
100
100
|
Jumlah
|
6
|
7
|
3
|
7
|
23
|
575
|
Persentase
|
86
|
100
|
43
|
100
|
|
82.14
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada kegiatan memasukkan
lengan tangan kiri, pada umumnya
·
Anak dapat
menggeser telapak tangan kiri hingga ke dalam lubang baju (item No.17), membengkokkan
pergelangan ke tangan kiri (item No.18), dan meluruskan lengan ke samping kiri (item
No.20)
·
Anak
belum dapat dan menggeser telapak tangan ke samping (item No.19)
·
Rata-rata
kemampuan memasukkan lengan tangan kiri sebesar 82,14%.
f. Memasukkan leher baju kaos ke kepala
Data hasil penelitian tentang
kemampuan memasukkan leher baju kaos ke kepala, disajikan dalam tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Kemampuan memasukkan leher baju
kaos ke kepala sesudah menggunakan backward chaining
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
21
|
22
|
23
|
24
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
1
1
1
1
1
|
0
1
0
1
0
1
0
|
1
0
1
0
1
0
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
3
3
3
3
3
3
3
|
75
75
75
75
75
75
75
|
Jumlah
|
7
|
3
|
4
|
7
|
21
|
525
|
Persentase
|
100
|
43
|
57
|
100
|
|
75
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada umumnya anak sudah dapat melakukan:
·
Mengangkat kedua tangan ke atas kepala (item No.21),
menurunkan ke bawah perlahan-lahan masuk ke leher baju kaos (item No.23) dan
meluruskan tangannya ke samping (item No.24).
·
Tetapi apabila membengkokkan kedua siku ke
samping leher (item No.22) dan anak tidak dapat melakukannya.
·
Rata-rata
kemampuan memasukkan leher baju kaos ke kepala sebesar 75%.
g. Memasukkan baju kaos dari awal hingga
akhir
Data hasil penelitian tentang kemampuan memasukkan
baju kaos dari awal hingga akhir sesudah menggunakan backward chaining,
disajikan dalam tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Kemampuan memakai baju kaos dari
awal hingga akhir menggunakan backward
chaining
Subjek
|
Nomor Item
|
Skor Kemampuan
|
% Penguasaan
|
25
|
26
|
27
|
28
|
LW
ER
AF
MZ
HS
AS
KR
|
1
1
1
1
1
1
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
1
1
1
1
1
1
1
|
1
1
0
1
1
1
1
|
4
4
3
4
4
4
4
|
100
100
75
100
100
100
100
|
Jumlah
|
7
|
7
|
7
|
6
|
27
|
675
|
Persentase
|
100
|
100
|
100
|
86
|
|
96.43
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada dasarnya anak sudah dapat melakukan memakai baju kaos dari awal
hingga akhir, hal ini tampak pada kemampuan anak
·
Mengangkat
tangannya ke atas (item No.25), mengulurkan tangan yang dominan (item No.26),
mengulurkan tangan yang tidak dominan (item No.27), dan menggeser tangan ke
sisi samping baju kaos (item No.28).
·
Rata-rata
kemampuan anak memakai baju kaos dari awal hingga akhir rata-rata 96,43%.
3. Perbandingan kemampuan memakai baju
kaos oblong anak embisil menggunakan motode konvensional dengan menggunakan
metode backward chaining
Berdasarkan
pengujian dua sampel berhubungan (paired sample T test) diperoleh t hitung =
6,930. Dengan df = 6 dan α 0,05 diperoleh t tabel 1,895. Oleh karena thitung
6,930 > dari ttabel α 0,05, df 6 = 1,895, maka Ho ditolak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata rerata kemampuan
memakai baju kaos oblong antara anak imbesil kelas dasar III yang dilatih
dengan metode konvensional dengan metode backward
chaing. Jika dilihat dari skor rata-rata metode backward chaining 79,59, dan metode konvensional 62,75, maka
disimpulkan bahwa metode backward chaining
lebih baik (efektif) dibanding metode konvensional dalam melatih anak memakai
baju kaos oblong sendiri.
4. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam pembelajaran metode merupakan suatu
hal yang sangat penting. Meskipun suatu materi pembelajaran yang ingin
disampaikan tersusun secara sistematik dan teratur dan dilengkapi dengan
berbagai media atau alat pengajaran yang cukup memadai, tanpa menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai maka tujuan pembelajaran pun tidak dapat
tercapai. Sebaliknya apabila dalam pembelajaran digunakan metode yang sesuai
dengan karateristik anak dan bahan pengajaran yang ingin disampaikan maka
tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.
Hal tersebut dapat dilihat pada penerapan
atau penggunaan metode Backward chaining
dalam pengajaran memakai kaos oblong anak embesil kelas dasar III SLB C Kota
Makassar, dengan rata-rata keberhasilan 79,59%; dibandingkan dengan yang
menggunakan metode konvensional dengan rata-rata keberhasilan 62,75%.
Ternyata metode backward chaining ini cocok diterapkan pada anak embisil, karena mengerjakan
langkah-langkah terakhir lebih dahulu, atau dilakukan dari yang termudah lebih
dahulu sehingga menimbulkan rata kepuasan kepada anak.
G.
Kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan
a. Penggunaan metode konvensional dalam
memakai baju kaos oblong para anak imbisil kelas dasar III SLB C Kota Makassar,
kemampuan rata-rata mencapai 62,75%.
b. Penggunaan metode backward chaining dalam memakai baju kaos oblong para anak imbisil
kelas dasar III SLB C Kota Makassar, kemampuan rata-rata mencapai 79,59%.
c. Terdapat perbedaan yang nyata rerata
kemampuan memakai baju kaos oblong antara anak imbesil kelas dasar III yang
dilatih dengan metode konvensional dengan metode backward chaing.
d.
Metode backward chaining lebih baik (efektif) dibanding metode konvensional
dalam melatih anak imbesil
kelas dasar III SLB C Kota Makassar dalam memakai baju kaos oblong sendiri.
2. Saran
a.
Guru dalam memberikan pembelajaran kepada anak
hendaknya memilih atau menggunakan metode pembelajaran yang relevan dengan
karateristik anak dan materi pengajaran. Karena dengan metode yang tepat maka
tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya akan mudah tercapai.
b. Guru, khususnya
yang berkecimpung dalam sekolah luar biasa terutama guru bina diri khusus anak
tunagrahita hendaknya dalam pembelajaran, hendaknya dapat menggunakan metode backward chaining sebagai alternatif.
Karena metode backward chaining mempunyai nilai positif terhadap perubahan
tingkah laku anak imbesil terutama dalam hal memberikan rasa puas, senang dan membangkitkan percaya diri.
H.
Pustaka
Conny Semiawan. 1990. Pengenalan
dan Pengembangan Bakat Sejak Dini. Jakarta: PT. Remaja Roesdakarya.
Darmingsin, Sunaryati Imban,
1985. Pembuatan Busana Bayi dan Anak. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Pendasmen.
Daryanto. 1997. Kamus
Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
Lynch, E.W., & Simms,
B.H. 1978. Mainstreaming preschoolers: Children with mental
retardation. Washington, CD: US. Government Printing Office.
Muh. Amin. 1995. Orthopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTG.
Muh. Nasir. 1983. Metode
Peneltian. Darussalam: Ghalia Indonesia.
Silvianti Sumija, Tri
Riyatmi. 1986. Pedoman Guru Keterampilan Khusus Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga Seri Kegiatan Sehari-hari Untuk SDB Bagian C. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Pendasmen.
Suharsimi Arikunto. 1997. Prosedur
Penelitian suatu Pebdekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.